🎆 Industri Asuransi Memiliki Karakteristik Yang Berbeda Dengan Industri Lainnya

BangsaIndonesia juga punya karakter, kultur, dan tradisi yang berbeda dengan negara-negara maju. Dengan sifat kebersamaan, kekeluargaan, dan sifat-sifat sosial lainnya yang khas dan unik, bangsa ini tidak bisa sepenuhnya melebur ke dalam digitalisasi asuransi. Peran SDM industri asuransi terhadap perekonomian nasional tak boleh dianggap enteng. Contoh jasa transportasi seperti angkutan bus, kereta api Berikut ini beberapa perbedaan mendasar antara industri manufaktur dan jasa, antara lain: Industri manufaktur memiliki kemungkinan yang kecil. Perdata) yang berbunyi Prihal Persetujuan Pertanggungan (Asuransi) telah diatur terpisah dalam K. JAKARTA KOMPAS.com. - Asuransi masih menjadi salah satu produk investasi pilihan masyarakat, di samping untuk melindungi nasabah dari berbagai risiko.. Chief Marketing Officer AXA Indonesia Emmanuel Wehry mengatakan terdapat beberapa persepsi nasabah yang berbeda terhadap investasi, khususnya di beberapa kota besar di Indonesia. Beritaperbedaan industri asuransi dengan industri lainnya dalam menentukan tarif terbaru hari ini. Lihat informasi seputar perbedaan industri asuransi dengan industri lainnya dalam menentukan tarif terupdate yang telah kami kurasi untuk anda Macabentamenekankan bahwa lima kelompok utama Amerika keturunan Asia memiliki ciri - ciri pasar tersendiri yang sangat spesifik, berbicara dengan bahasa yang berbeda, mengkonsumsi makan yang berbeda, menganut agama yang berbeda, dan mewakili budaya nasional yang sangat berbeda. Program Studi Teknik Industri UWP 37 Buku Ajar manajemen pemasaran Tetapi semua bagian kerja harus mendapatkan pelatihan dan pengembangan" kata Pak Suandi Sitorus. Pelatihan dalam industri asuransi mencakup pengenalan tentang produk itu sendiri, regulasi atau peraturan yang terkait dengan industri. Selain itu, juga diadakan pelatihan yang melatih keterampilan yang berkaitan dengan sales dan marketing, cara Indonesiasebagai suatu wilayah di permukaan bumi juga memiliki karakteristik tersendiri yang berbeda dengan wilayah lainnya, sekaligus menyimpan potensi yang dimilikinya. Setiap suku bangsa di Indonesia memiliki budaya yang berbeda-beda. pada sektor pertanian dan industri untuk menetapkan swasembada pangan dan meningkatkan produksi Perumusandari dasar negara indonesia yang tertuang didalam pembukaan uud 1945 terdapat pada alenia; Saturasi oksigen normal; Mesin pengangkat mobil hidrolik memiliki pengisap masing-masing dengan luas a1; Kazuha weapon; Rekomendasi lipstik untuk bibir kering; Emzet hack vip; Meskipun tidak sedang bersimbiosis dengan lumut, ganggang tetap dapat Perusahaanvs Industri Firm dan industri adalah kata-kata yang sangat umum digunakan namun disalahpahami oleh banyak orang. Orang berpikir mereka tahu apa yang mereka maksudkan ketika mereka menggunakan perbedaan Ada juga industri di sektor jasa seperti industri perbankan atau industri asuransi. Industri mencakup semua kegiatan ekonomi yang 2 Capaian Perusahaan dan persaingan industri (Industry Competition) Dipengaruhi oleh: - Baigan pasar perusahaan. - Tingkat persaingan. - Keunggulan persaingan. •Setiap industri bersaing satu sama lain untuk para konsumen yang menginginkan produknya dan tingkat persaingan berbeda untuk setiap industri. Industrifinansial yang harus bersiap menghadapi serbuan dari pelaku financial technology (fintech) startup.Hanya dalam waktu sekitar dua tahun, fintech startup telah merasuk ke beragam sektor, mulai dari pinjaman, pembayaran, asuransi, dan lain sebagainya. Memang, kehebohan yang ditimbulkan oleh fintech startup memang tidak segegap gempita ketika startup transportasi online datang. Sifatsifat hasil pertanian penting diketahui, terutama untuk keperluan pemasaran. Hasil atau produk pertanian memiliki sifat berbeda dengan produk non pertanian. Secara kualitas tiap unit prodaknya sudah dapat dilihat perbedaanya, jika produk industri dapat mengahasilkan produk yang seragam, namun jika pertanian akan menghasilkan produk yang beragam. eWvM5Ma. Industri bisnis asuransi yang berjalan pada umumnya memiliki karakter yang sangat berbeda dengan industri-industri lainnya. Tidak ada objek berupa barang atau produk fisik yang mudah dilihat dengan mata. Bisnis asuransi adalah “bisnis janji” di mana manfaatnya baru bisa dinikmati atau diperoleh saat konsumen mengalami kerugian saat terjadi suatu musibah atau kecelakaan. Jika dalam jual beli produk fisik, tanggung jawab penjual atau produsen biasanya dibatasi setelah masa warranty berakhir tidak lebih dari 1 tahun, maka dalam asuransi, masa tanggung jawab atau liability perusahaan asuransi akan berjalan terus sejak polis dinyatakan aktif sampai dengan tanggal berakhirnya pertanggungan. Dalam dunia risk management, beberapa risiko yang dialami atau dihadapi secara operasional akan dialihkan transferred ke perusahaan asuransi. Sebagian risiko yang dihadapi mungkin akan ditahan sendiri sebagai own retention atau self insurance guna meminimalisir cost atau biaya asuransi. Nilai potensi kerugian yang terjadi dalam berbagai aktivitas bisnis sesungguhnya sulit untuk dikuantifikasi atau diukur. Risiko yang dialihkan ke perusahaan asuransi dan dikelola secara keseluruhan dalam entitas bisnis asuransi pada dasarnya hanya sebagian kecil dari potensi risiko yang sebenarnya. B anyak risiko-risiko yang tidak dapat diakomodir secara bisnis oleh entitas bisnis asuransi, seperti risiko politik, risiko kehilangan pasar atau market, risiko berkurangnya nilai barang karena tidak terjual, dan lain-lain. Perusahaan asuransi terbatas hanya menjamin risiko-risiko yang dapat diukur secara finansial nilai kerugiannya, seperti bangunan pabrik atau inventory yang rusak atau musnah karena kebakaran, dinding pembatas pabrik yang jebol karena terjangan banjir, atau struktur beton bangunan yang retak karena peristiwa gempa bumi, dan sebagainya. Dengan demikian, secara spiritual, potensi riil risiko yang dialami manusia adalah sesuatu yang bersifat kecil saja dibandingkan dengan sisanya yang masih menjadi rahasia Allah SWT. Dalam pendekatan teologi, sesungguhnya bisnis asuransi adalah bisnis yang sejatinya memerlukan hubungan yang kuat antara manusia dengan Allah SWT karena apa pun yang terjadi selama bukan unsur kesengajaan, semuanya mengikuti kehendak Allah atas dasar takdir dan kehendak-Nya. Sayangnya, di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas menganut agama Islam masih ditemui persepsi atau pandangan yang kurang tepat mengenai asuransi dimana sebagian kaum muslim di negeri ini menyatakan bahwa asuransi adalah “alat” untuk melawan takdir Allah SWT. Pandangan ini tentu saja perlu diluruskan bahwa kecelakaan atau kematian seseorang memang merupakan hak prerogatif Allah SWT yang tidak bisa dicegah oleh siapa pun dan kekuatan mana pun peristiwa ini termasuk kejadian yang tidak ditentukan oleh nidzom wujud namun berada diluar kekuasan manusia. Allah SWT berfirman “Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal kematianmu” QS. Al-An’am ayat 2. Di ayat lainnya Allah SWT menyatakan, “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh” QS. An-Nisaa ayat 78. Atas dasar bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak dapat lepas dari takdir Allah SWT maka dalam menjalankan bisnis asuransi yang berkaitan dengan aspek ini perlu diperkenalkan atau diintrodusir corporate value yang berbeda dengan perusahaan-perusahaan di bidang lain. Corporate value yang menjelma menjadi industry value perlu ditanamkan di kalangan insan perindustrian asuransi tanpa melihat dari mana perusahaan tersebut berasal. Industrial value yang mengakar dan tertanam kuat di kalangan industri asuransi akan mampu menyatukan dan menjiwai hubungan antar perusahaan sehingga secara kuantitas dan kualitas, nilai-nilai yang berlaku dapat menjadi semacam budaya perusahaan yang baku, diantaranya diperlukan corporate value yang mengedepankan aspek amanah dan kejujuran, profesional, dan kebersamaan. Jika nilai-nilai di atas terus dipupuk dan ditegakkan sesama pelaku industri asuransi, niscaya keberadaan industri ini akan mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat, serta mampu menjadi pilar bagi keamanan ekonomi nasional. Page 2 Industri bisnis asuransi yang berjalan pada umumnya memiliki karakter yang sangat berbeda dengan industri-industri lainnya. Tidak ada objek berupa barang atau produk fisik yang mudah dilihat dengan mata. Bisnis asuransi adalah “bisnis janji” di mana manfaatnya baru bisa dinikmati atau diperoleh saat konsumen mengalami kerugian saat terjadi suatu musibah atau kecelakaan. Jika dalam jual beli produk fisik, tanggung jawab penjual atau produsen biasanya dibatasi setelah masa warranty berakhir tidak lebih dari 1 tahun, maka dalam asuransi, masa tanggung jawab atau liability perusahaan asuransi akan berjalan terus sejak polis dinyatakan aktif sampai dengan tanggal berakhirnya pertanggungan. Dalam dunia risk management, beberapa risiko yang dialami atau dihadapi secara operasional akan dialihkan transferred ke perusahaan asuransi. Sebagian risiko yang dihadapi mungkin akan ditahan sendiri sebagai own retention atau self insurance guna meminimalisir cost atau biaya asuransi. Nilai potensi kerugian yang terjadi dalam berbagai aktivitas bisnis sesungguhnya sulit untuk dikuantifikasi atau diukur. Risiko yang dialihkan ke perusahaan asuransi dan dikelola secara keseluruhan dalam entitas bisnis asuransi pada dasarnya hanya sebagian kecil dari potensi risiko yang sebenarnya. B anyak risiko-risiko yang tidak dapat diakomodir secara bisnis oleh entitas bisnis asuransi, seperti risiko politik, risiko kehilangan pasar atau market, risiko berkurangnya nilai barang karena tidak terjual, dan lain-lain. Perusahaan asuransi terbatas hanya menjamin risiko-risiko yang dapat diukur secara finansial nilai kerugiannya, seperti bangunan pabrik atau inventory yang rusak atau musnah karena kebakaran, dinding pembatas pabrik yang jebol karena terjangan banjir, atau struktur beton bangunan yang retak karena peristiwa gempa bumi, dan sebagainya. Dengan demikian, secara spiritual, potensi riil risiko yang dialami manusia adalah sesuatu yang bersifat kecil saja dibandingkan dengan sisanya yang masih menjadi rahasia Allah SWT. Dalam pendekatan teologi, sesungguhnya bisnis asuransi adalah bisnis yang sejatinya memerlukan hubungan yang kuat antara manusia dengan Allah SWT karena apa pun yang terjadi selama bukan unsur kesengajaan, semuanya mengikuti kehendak Allah atas dasar takdir dan kehendak-Nya. Sayangnya, di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas menganut agama Islam masih ditemui persepsi atau pandangan yang kurang tepat mengenai asuransi dimana sebagian kaum muslim di negeri ini menyatakan bahwa asuransi adalah “alat” untuk melawan takdir Allah SWT. Pandangan ini tentu saja perlu diluruskan bahwa kecelakaan atau kematian seseorang memang merupakan hak prerogatif Allah SWT yang tidak bisa dicegah oleh siapa pun dan kekuatan mana pun peristiwa ini termasuk kejadian yang tidak ditentukan oleh nidzom wujud namun berada diluar kekuasan manusia. Allah SWT berfirman “Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal kematianmu” QS. Al-An’am ayat 2. Di ayat lainnya Allah SWT menyatakan, “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh” QS. An-Nisaa ayat 78. Atas dasar bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak dapat lepas dari takdir Allah SWT maka dalam menjalankan bisnis asuransi yang berkaitan dengan aspek ini perlu diperkenalkan atau diintrodusir corporate value yang berbeda dengan perusahaan-perusahaan di bidang lain. Corporate value yang menjelma menjadi industry value perlu ditanamkan di kalangan insan perindustrian asuransi tanpa melihat dari mana perusahaan tersebut berasal. Industrial value yang mengakar dan tertanam kuat di kalangan industri asuransi akan mampu menyatukan dan menjiwai hubungan antar perusahaan sehingga secara kuantitas dan kualitas, nilai-nilai yang berlaku dapat menjadi semacam budaya perusahaan yang baku, diantaranya diperlukan corporate value yang mengedepankan aspek amanah dan kejujuran, profesional, dan kebersamaan. Jika nilai-nilai di atas terus dipupuk dan ditegakkan sesama pelaku industri asuransi, niscaya keberadaan industri ini akan mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat, serta mampu menjadi pilar bagi keamanan ekonomi nasional. Lihat Bisnis Selengkapnya Page 3 Industri bisnis asuransi yang berjalan pada umumnya memiliki karakter yang sangat berbeda dengan industri-industri lainnya. Tidak ada objek berupa barang atau produk fisik yang mudah dilihat dengan mata. Bisnis asuransi adalah “bisnis janji” di mana manfaatnya baru bisa dinikmati atau diperoleh saat konsumen mengalami kerugian saat terjadi suatu musibah atau kecelakaan. Jika dalam jual beli produk fisik, tanggung jawab penjual atau produsen biasanya dibatasi setelah masa warranty berakhir tidak lebih dari 1 tahun, maka dalam asuransi, masa tanggung jawab atau liability perusahaan asuransi akan berjalan terus sejak polis dinyatakan aktif sampai dengan tanggal berakhirnya pertanggungan. Dalam dunia risk management, beberapa risiko yang dialami atau dihadapi secara operasional akan dialihkan transferred ke perusahaan asuransi. Sebagian risiko yang dihadapi mungkin akan ditahan sendiri sebagai own retention atau self insurance guna meminimalisir cost atau biaya asuransi. Nilai potensi kerugian yang terjadi dalam berbagai aktivitas bisnis sesungguhnya sulit untuk dikuantifikasi atau diukur. Risiko yang dialihkan ke perusahaan asuransi dan dikelola secara keseluruhan dalam entitas bisnis asuransi pada dasarnya hanya sebagian kecil dari potensi risiko yang sebenarnya. B anyak risiko-risiko yang tidak dapat diakomodir secara bisnis oleh entitas bisnis asuransi, seperti risiko politik, risiko kehilangan pasar atau market, risiko berkurangnya nilai barang karena tidak terjual, dan lain-lain. Perusahaan asuransi terbatas hanya menjamin risiko-risiko yang dapat diukur secara finansial nilai kerugiannya, seperti bangunan pabrik atau inventory yang rusak atau musnah karena kebakaran, dinding pembatas pabrik yang jebol karena terjangan banjir, atau struktur beton bangunan yang retak karena peristiwa gempa bumi, dan sebagainya. Dengan demikian, secara spiritual, potensi riil risiko yang dialami manusia adalah sesuatu yang bersifat kecil saja dibandingkan dengan sisanya yang masih menjadi rahasia Allah SWT. Dalam pendekatan teologi, sesungguhnya bisnis asuransi adalah bisnis yang sejatinya memerlukan hubungan yang kuat antara manusia dengan Allah SWT karena apa pun yang terjadi selama bukan unsur kesengajaan, semuanya mengikuti kehendak Allah atas dasar takdir dan kehendak-Nya. Sayangnya, di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas menganut agama Islam masih ditemui persepsi atau pandangan yang kurang tepat mengenai asuransi dimana sebagian kaum muslim di negeri ini menyatakan bahwa asuransi adalah “alat” untuk melawan takdir Allah SWT. Pandangan ini tentu saja perlu diluruskan bahwa kecelakaan atau kematian seseorang memang merupakan hak prerogatif Allah SWT yang tidak bisa dicegah oleh siapa pun dan kekuatan mana pun peristiwa ini termasuk kejadian yang tidak ditentukan oleh nidzom wujud namun berada diluar kekuasan manusia. Allah SWT berfirman “Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal kematianmu” QS. Al-An’am ayat 2. Di ayat lainnya Allah SWT menyatakan, “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh” QS. An-Nisaa ayat 78. Atas dasar bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak dapat lepas dari takdir Allah SWT maka dalam menjalankan bisnis asuransi yang berkaitan dengan aspek ini perlu diperkenalkan atau diintrodusir corporate value yang berbeda dengan perusahaan-perusahaan di bidang lain. Corporate value yang menjelma menjadi industry value perlu ditanamkan di kalangan insan perindustrian asuransi tanpa melihat dari mana perusahaan tersebut berasal. Industrial value yang mengakar dan tertanam kuat di kalangan industri asuransi akan mampu menyatukan dan menjiwai hubungan antar perusahaan sehingga secara kuantitas dan kualitas, nilai-nilai yang berlaku dapat menjadi semacam budaya perusahaan yang baku, diantaranya diperlukan corporate value yang mengedepankan aspek amanah dan kejujuran, profesional, dan kebersamaan. Jika nilai-nilai di atas terus dipupuk dan ditegakkan sesama pelaku industri asuransi, niscaya keberadaan industri ini akan mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat, serta mampu menjadi pilar bagi keamanan ekonomi nasional. Lihat Bisnis Selengkapnya Page 4 Industri bisnis asuransi yang berjalan pada umumnya memiliki karakter yang sangat berbeda dengan industri-industri lainnya. Tidak ada objek berupa barang atau produk fisik yang mudah dilihat dengan mata. Bisnis asuransi adalah “bisnis janji” di mana manfaatnya baru bisa dinikmati atau diperoleh saat konsumen mengalami kerugian saat terjadi suatu musibah atau kecelakaan. Jika dalam jual beli produk fisik, tanggung jawab penjual atau produsen biasanya dibatasi setelah masa warranty berakhir tidak lebih dari 1 tahun, maka dalam asuransi, masa tanggung jawab atau liability perusahaan asuransi akan berjalan terus sejak polis dinyatakan aktif sampai dengan tanggal berakhirnya pertanggungan. Dalam dunia risk management, beberapa risiko yang dialami atau dihadapi secara operasional akan dialihkan transferred ke perusahaan asuransi. Sebagian risiko yang dihadapi mungkin akan ditahan sendiri sebagai own retention atau self insurance guna meminimalisir cost atau biaya asuransi. Nilai potensi kerugian yang terjadi dalam berbagai aktivitas bisnis sesungguhnya sulit untuk dikuantifikasi atau diukur. Risiko yang dialihkan ke perusahaan asuransi dan dikelola secara keseluruhan dalam entitas bisnis asuransi pada dasarnya hanya sebagian kecil dari potensi risiko yang sebenarnya. B anyak risiko-risiko yang tidak dapat diakomodir secara bisnis oleh entitas bisnis asuransi, seperti risiko politik, risiko kehilangan pasar atau market, risiko berkurangnya nilai barang karena tidak terjual, dan lain-lain. Perusahaan asuransi terbatas hanya menjamin risiko-risiko yang dapat diukur secara finansial nilai kerugiannya, seperti bangunan pabrik atau inventory yang rusak atau musnah karena kebakaran, dinding pembatas pabrik yang jebol karena terjangan banjir, atau struktur beton bangunan yang retak karena peristiwa gempa bumi, dan sebagainya. Dengan demikian, secara spiritual, potensi riil risiko yang dialami manusia adalah sesuatu yang bersifat kecil saja dibandingkan dengan sisanya yang masih menjadi rahasia Allah SWT. Dalam pendekatan teologi, sesungguhnya bisnis asuransi adalah bisnis yang sejatinya memerlukan hubungan yang kuat antara manusia dengan Allah SWT karena apa pun yang terjadi selama bukan unsur kesengajaan, semuanya mengikuti kehendak Allah atas dasar takdir dan kehendak-Nya. Sayangnya, di tengah-tengah masyarakat Indonesia yang mayoritas menganut agama Islam masih ditemui persepsi atau pandangan yang kurang tepat mengenai asuransi dimana sebagian kaum muslim di negeri ini menyatakan bahwa asuransi adalah “alat” untuk melawan takdir Allah SWT. Pandangan ini tentu saja perlu diluruskan bahwa kecelakaan atau kematian seseorang memang merupakan hak prerogatif Allah SWT yang tidak bisa dicegah oleh siapa pun dan kekuatan mana pun peristiwa ini termasuk kejadian yang tidak ditentukan oleh nidzom wujud namun berada diluar kekuasan manusia. Allah SWT berfirman “Dialah Yang menciptakan kamu dari tanah, sesudah itu ditentukannya ajal kematianmu” QS. Al-An’am ayat 2. Di ayat lainnya Allah SWT menyatakan, “Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu kendati pun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh” QS. An-Nisaa ayat 78. Atas dasar bahwa segala sesuatu yang terjadi di dunia ini tidak dapat lepas dari takdir Allah SWT maka dalam menjalankan bisnis asuransi yang berkaitan dengan aspek ini perlu diperkenalkan atau diintrodusir corporate value yang berbeda dengan perusahaan-perusahaan di bidang lain. Corporate value yang menjelma menjadi industry value perlu ditanamkan di kalangan insan perindustrian asuransi tanpa melihat dari mana perusahaan tersebut berasal. Industrial value yang mengakar dan tertanam kuat di kalangan industri asuransi akan mampu menyatukan dan menjiwai hubungan antar perusahaan sehingga secara kuantitas dan kualitas, nilai-nilai yang berlaku dapat menjadi semacam budaya perusahaan yang baku, diantaranya diperlukan corporate value yang mengedepankan aspek amanah dan kejujuran, profesional, dan kebersamaan. Jika nilai-nilai di atas terus dipupuk dan ditegakkan sesama pelaku industri asuransi, niscaya keberadaan industri ini akan mendapatkan kepercayaan yang tinggi dari masyarakat, serta mampu menjadi pilar bagi keamanan ekonomi nasional. Lihat Bisnis Selengkapnya JAKARTA, - Pengamat asuransi Irvan Rahardjo menilai tahun 2022 akan menjadi tahun yang baik untuk industri asuransi. Hal itu terlihat dari kondisi perekonomian yang mulai membaik seiring meredanya pandemi Covid 19. “Saya kira bisa, karena ekonomi sudah tumbuh 5,01 persen pada kuartal pertama 2022, dan itu diperkirakan akan terus meningkat,” tutur Irvan dalam siaran pers, Senin 23/5/2022. Ia menambahkan, meskipun industri asuransi memiliki potensi pertumbuhan yang besar, tetapi perusahaan asuransi perlu mewaspadai tentang citra asuransi di ini ia bilang berkaitan dengan belum pulihnya citra asuransi setelah diterpa kasus gagal bayar sejumlah perusahaan asuransi seperti Jiwasraya, Bumiputera, Kresna Life, dan juga Wanaartha Life. Baca juga BPJS Kesehatan Diminta Tingkatkan Literasi Masyarakat tentang Asuransi Sosial Berdasarkan data dari Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia AAJI, ia membeberkan industri asuransi jiwa membukukan total pendapatan Rp 241,17 triliun sepanjang 2021 atau tumbuh 11,9 persen year on year yoy. Adapun, ia menjelaskan pertumbuhan tersebut ditopang perolehan premi yang mencapai Rp 202,93 triliun atau naik 8,2 persen yoy. "Perolehan premi ini bahkan melampaui perolehan premi di 2019, masa sebelum pandemi Covid-19," kata dia. Sebelumnya, Ketua Dewan Pengurus AAJI Budi Tampubolon juga mengatakan ada sinyal pertumbuhan industri asuransi pada tahun 2022 ini. Baca juga Literasi Keuangan di RI Baru 3,18 Persen, Penetrasi Asuransi Melempem "Seiring mulai bangkitnya aktivitas ekonomi masyarakat dan meningkatnya kesadaran masyarakat untuk berasuransi telah mendorong pendapatan premi asuransi jiwa," kata dia. Salah satu perusahaan asuransi, PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia Manulife Indonesia misalnya, pada tahun 2021 berhasil membukukan pendapatan bersih premi asuransi sebesar Rp 12,1 triliun. Angka ini mengingkat sebesar 42 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Selain itu berdasarkan Annualized Premium Equivalent APE, kinerja premi bisnis baru perusahaan ini di tahun 2021 tumbuh dua digit sebesar 35 persen menjadi Rp 7,5 triliun di tahun 2021. Pada periode yang sama tahun lalu, jumlahnya sekitar Rp 5,6 triliun. Baca juga Asuransi Syariah untuk Keluarga Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. JAKARTA – Beberapa tahun belakangan ini, industri asuransi Indonesia sering dirundung masalah. Bahkan, sejumlah perusahaan asuransi diantaranya telah dicabut izinnya oleh Otoritas Jasa Keuangan OJK. Adapun yang lain masih terus bergelut dengan kondisi seperti itu, nasabah pemegang polis tercundangi, tidak mendapatkan dana yang ditempatkan di perusahaan asuransi itu. Terlebih Lembaga Penjamin Polis LPP yang diamanatkan Undang-Undang Perasuransian Tahun 2014, suatu lembaga mirip Lembaga Penjamin Simpanan LPS yang diperuntukan bagi industri perbankan, masih juga belum terbentuk di republik terlepas dari permasalahan yang membelit perusahaan asuransi kita, salah satu isu yang mulai berkembang di level global adalah apakah permasalahan distress yang melanda perusahaan asuransi dapat memicu timbulnya atau memperburuk amplify risiko sistemik, sehingga berujung pada instabilitas sistem keuangan?Isu itu mulai mengemuka seiring terjadinya krisis keuangan global 2008-2009. Sebabnya, di periode awal krisis itu, salah satu perusahaan yang diselamatkan bail out pemerintah Amerika Serikat AS justru adalah perusahaan asuransi, yakni American International Group AIG yang merupakan salah satu perusahaan asuransi terbesar di AS. Keputusan itu diambil karena AIG dianggap sistemik systemically important yang apabila gagal dapat menyebabkan instabilitas sistem keuangan dan berdampak pada terganggunya kegiatan perusahaan asuransi tersebut tentu membalikkan argumen selama ini bahwa institusi keuangan yang menimbulkan risiko sistemik dan mengganggu stabilitas sistem keuangan hanyalah sektor perbankan. Ternyata sektor asuransi pun bisa berlaku demikian. Bahkan, studi empiris Weiß dan Mühlnickel 2014 dan Bernal et. al 2014 memperlihatkan risiko sistemik yang ditimbulkan sektor asuransi lebih besar ketimbang perbankan. Lalu, mengapa bisa begitu?Ada beberapa faktor yang dapat menjelaskan mengapa industri asuransi berkontribusi terhadap risiko sistemik. Pertama, adanya perubahan perilaku behavior dari perusahaan asuransi. Saat ini, perusahaan asuransi mulai banyak melakukan kegiatan di luar kegiatan tradisionalnya non-core and non-insurance activities. Kegiatan itu umumnya berisiko tinggi seperti credit derivatives dan financial guarantees. Perusahaan asuransi global seperti AIG, Hartford Financial Services Group HSFG atau Lincoln National banyak menawarkan produk asuransi yang diiringi investasi yang memberikan jaminan return financial guarantees.Tidak hanya itu, AIG juga diketahui sebagai penerbit Credit Default Swap CDS atas surat utang korporasi. Dan peran AIG inilah yang kemudian menyeretnya ke lubang krisis. Ini dikarenakan banyaknya klaim dari pembeli CDS akibat surat utang yang dijadikan underlying mengalami default, imbas dari perilaku itu juga membuat komposisi aset investasi mereka selain makin berisiko juga makin seragam common exposures. Akibatnya, aset mereka menjadi terekspos volatilitas pasar common shocks dan semakin rentan terhadap perubahan variabel ekonomi makro. Mereka berpotensi mendapatkan kerugian yang besar bila terjadi gejolak di pasar perusahaan asuransi memiliki keterkaitan interconnectedness yang erat, baik dengan sektor keuangan maupun korporasi. Hal ini tidak lepas dari peran perusahaan asuransi yang krusial bagi kegiatan ekonomi, yakni sebagai penyedia produk proteksi asuransi terhadap risiko keuangan dan kegiatan ekonomi, dan sebagai sumber pendanaan bagi korporasi yang menerbitkan surat utang dan saham. Sebagai penyedia produk proteksi, misalnya asuransi kebakaran dan jiwa. Kedua jenis asuransi ini sangat dibutuhkan perbankan dalam memberikan kredit KPR kepada masyarakat karena dapat memitigasi risiko kredit risk management product. Bila perusahaan asuransi bermasalah dan mereka dominan di industri maka tentu berimbas pada penyediaan produk itu, dan penyaluran kredit KPR perbankan akan terpengaruh. Hubungan positif antara pasokan produk asuransi dan kredit ditunjukkan oleh studi empiris Garmaise dan Moskowitz 2009.Sementara itu, sebagai sumber pendanaan bagi korporasi tidak lepas dari peran perusahaan asuransi itu sebagai investor institusional. Dengan kepemilikan dana yang melimpah, mereka mempunyai kemampuan yang besar pula dalam menginvestasikan dananya dalam surat berharga yang diterbitkan korporasi. Sebagai contoh di AS, asuransi jiwa merupakan salah satu investor institusional terbesar di pasar modal dan sumber pendanaan penting bagi ekonomi begitu, penguasaan yang besar atas surat utang dan saham inilah yang kemudian perlu diwaspadai otoritas, terutama dalam periode krisis. Sebabnya, di kondisi itu nilai surat berharga akan cenderung menurun, sehingga untuk menghindari loss yang semakin besar dan memenuhi kebutuhan likuiditas, perusahaan asuransi akan menjual surat utangnya secara masif fire sales yang pada gilirannya dapat mengakibatkan harga semakin menurun. Efek menularnya contagion akan mengeskalasi krisis menjadi ukuran size perusahaan asuransi yang makin membesar. Hal ini mengakibatkan semakin besar pula kemampuan perusahaan asuransi untuk menyediakan produk dan menginvetasikan dananya di pasar makin besar pula ketergantungan atau tingkat interkoneksinya dalam pasar keuangan Besarnya aset itulah yang menjelaskan mengapa kontribusi sektor asuransi terhadap risiko sistemik di AS lebih besar ketimbang di too big to fail TBTF juga berlaku untuk industri makin berperannya sektor asuransi dalam menimbulkan risiko sistemik, akhirnya telah mendorong Financial Stability Board dan The International Association of Insurance Supervisors memutuskan dan mempublikasikan sejumlah perusahaan asuransi yang tergolong sistemik atau Global Systemically Important Insurers G-SIIs. Tidak hanya itu, pendekatan yang diperlukan tidak lagi cukup dengan pendekatan mikroprudensial tetapi perlu dikomplemen dengan ini berarti bahwa surveilans tidak hanya fokus pada perusahaan asuransi secara individu tetapi juga perilaku industri asuransi secara keseluruhan serta interkoneksinya dengan sistem keuangan. Penguatan resiliensi atau daya tahan industri asuransi terhadap berbagai gejolak pun harus dijaga secara instrumen makroprudensial dapat pula diterapkan pada industri asuransi, sebagaimana yang diperuntukkan industri perbankan, seperti countercyclical capital buffer dan limitasi pada kegiatan atau produk-produk itu, asesmen melalui metode stress test perlu dilakukan secara regular. Ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan menilai resiliensi industri asuransi terhadap potensi kerentanan ataupun gejolak yang terjadi. Dan yang tak kalah pentingnya adalah koordinasi dan sinergi antar otoritas yang terus diperkuat agar kestabilan sistem keuangan tetap terjaga.* Artikel dimuat di koran cetak Bisnis Indonesia edisi Selasa 19/2/2019 Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini asuransi Konten Premium Nikmati Konten Premium Untuk Informasi Yang Lebih Dalam

industri asuransi memiliki karakteristik yang berbeda dengan industri lainnya